Selasa, 29 November 2011

MyEbook

Bagi yang ingin melihat Ebook baru saya silahkan download di sini:

Senin, 01 November 2010

UTS HI

May 30, 2003

Dr. Edmond J. Keller

Director

The UCLA Globalization Research Center-Africa

405 Hilgard Avenue, Mailcode: 148703

Los Angeles, CA 90095-1487

Dear Dr. Keller:

Thank you for your letter dated April 16, 2003, as well as, the brochure concerning the UCLA Globalization Research Center – Africa. It was a pleasure meeting you at the GRN-sponsored conference on HIV/AIDS Prevention in a Global World last April 2003.

I would like to let you know that we have recently established a Center for the Study of Globalization at the Global Foundation for Democracy and Democracy (FUNGLODE), where we will address the myriad of issues that encompass the multidimensional character of globalization.

We are quite interested in collaborating with the UCLA Global Research Center and the Globalization Research Network (GRN) in order to conduct a joint research project on the HIV/AIDS pandemic in the Dominican Republic, as well as, Latin America and the Caribbean. Perhaps this project could fit well with your HIV/AIDS initiative, which focuses on the pandemic’s relationship to health, economics, security, human rights, child rights, politics and gender.

The Director of our Center for the Study of Globalization is Mr. John R. Gagain Jr. Please feel free to contact him directly at: 809-685-9966 or j.gagain@funglode.org. I have provided him with a copy of the brochure you kindly sent me.

I thank you once again and I look forward to hearing from you.

Sincerely,

Dr. Leonel Fernández Reyna

President

Questions:

  1. For what purpose did Dr. Leonel Fernandez Reyna write his letter?

  1. What are the possible issues brought by FUNGLODE?

Write your answers in note more than 150 words.

Minggu, 28 Maret 2010

DI UJUNG SEKARATMU

Dan akhirnya kau terkapar di di tepi duniamu

Meratapi takdir yang telah mengkhianati hidupmu

Menikmati sengal nafas terakhirmu


Dan lihatlah gagak-gagak hitam berarak,

mencium bau kematianmu

menanti busuk daging bangkaimu


Dan kau masih mengigau tentang kunang-kunang

Tentang malam-malam dengan seribu kenangan

Semua sudah berlalu sayangku...

,Maut telah merindukanmu...


Dan di ujung sekarat kau masih bertanya

Siapa yang telah bersekongkol dengan takdirmu

“Ya, inilah aku, iblis yang merencanakan kematianmu”


(sumardiono, tersungkur di tepi legamnya hitam)

KEBAYA PUTIH UNTUK ADIK PEREMPUANKU

"Hari kamis keluarganya mau datang. Cuma silaturahmi". Begitu suara di telpon pada suatu Minggu pagi. Senin, hari berikutnya, beritanya sudah berubah, "Sekalian tunangan, Bapak sudah menunjukan lampu hijau, jadi untuk apa menunggu". Perjalanannya menjadi begitu singkat, hari kamis yang direncanakan beritanya sudah sangat jelas, "Kalau bisa pernikahannya bulan Desember ini"

Beberapa tahun yang lalu di kereta dalam perjalanan ke Jogjakarta suara yang lain di telpon, "Ini pertunangan dulu, masalah menikah nunggu kamu dan Masto". Adikku yang pertama segera ber tunangan, melangkah dua kakaknya.

"Tidak perlu tunggu menunggu. Siapa yang siap dan sudah punya calon ya segera saja". Begitu jawabanku tanpa ekspresi apapun. Ya, waktu barangkali berjalan secepat Prambanan Ekspres yang sering mengantarku ke Jogja sekedar mengisi hari Minggu atau kalau ada keperluan kerja. Sekarang Adikku yang kedua segera menikah. Lalu semuanya agak tergesa-gesa . Menentukan tanggal dan tentu segala keperluan yang lain.

Beberapa tahun yang lalu aku sempat berujar, setengah bergurau, "Besok kalau kamu tunangan , akan aku buatkan kebaya warna putih, dengan rancangan terbaik". Tentu ditanggapi dengan gelak tawa. Saat itu kami semua sudah dewasa, dan adiku, perempuan satu-satunya, tentu selain Ibu, belum menikah juga. Ada semacam kebahagiaan barangkali seandainya adik perempuan segera menikah meski kami sepakat bahwa kapan dan dengan siapa kami menikah adalah masalah personal yang di antara kami tidak akan saling mencampuri.

Hari itu kemudian datang, tanggal 16 Januari 2010. Semua baju keluarga dan pernak-pernik keperluan acara pernikahan didatangkan dari Solo. Barangkali semua ada di kota kecil Tegal tapi rasanya kurang mantap dan tentu juga Solo memberi lebih banyak pilihan, begitu alasanku... Perlengkapan dekorasi pelaminan sudah digarap dua hari sebelum hari H. Semua sibuk meronce melati, sampai malam. Dua hari dua malam nyaris tidak selesai. Semua di bawah payung tema Paes Ageng Jangan Menir Jogjakarta. Keagungan Kesultanan Jogjakarta dalam bentuk yang lebih sederhana, tanpa dhodhot ageng basahan.


Tiga hari sebelumnya di kereta Kali Gung Ekspress , dus-dus berisi baju dan segala perlengkapan bertumpuk di depan kursi penumpang. Dua buah songsong keprabon, payung yang dulu dipakai oleh raja-raja mataram saat keluar keraton, ada dibawah kursi penumpang. "Mau merias pengantin ya Mas..??" seorang perempuan berjilbab bertanya. Wah kurang ajar ini, "Saya EO Mbak, Event Organizer..." Kekeke.....nasib

Jam tujuh malam proses pendekoran baru dimulai, semua dikerjakan sendiri. Yang bantu-bantu hanya bisa potong-potong bunga...belum dilatih hehehe. Jam dua malam bunga baru selesai naik ke gebyok. Melati dan detail lain baru bisa dipasang pagi. Beberapa menit sebelum acara ijab dimulai pelaminan baru selesai di dekor. Itupun menyisakan beberapa detail yang belum sempat digarap. Waktu kelihatannya sedang tidak berpihak padaku... Tapi tak mengapalah, semua terlihat beres...hehehe, tentu karena mereka tidak tahu rancangan awalnya.


Ada kebahagiaan yang tidak tergantikan oleh apapun hari itu .Melihat keluargaku bisa ada dalam satu frame. Sesuatu yang sulit terjadi 18 tahun terakhir. Keluarga memang butuh sejarah. Sejarah yang akan menyatukan semua... Dan kemudian Bedhayan Pangkur Suwuk, Ketawang Kinanthi Padang Rembulan... taburan mawar, melati, kenanga mengiringi langkah mempelai menuju pelaminan...



Semuanya selesai. Ijab berlangsung khidmat... "Dengan ini aku nikahkan....". Hari itu adik perempuanku menikah, semua bahagia. Aku juga...


Rabu, 28 Oktober 2009

PILIHAN BUAH APEL


Ketika Adam memutuskan untuk memakan buah kuldi/apel atas bujukan Hawa/Eve (betulkah atas bujukan Hawa?). Adam sadar betul bahwa ia telah mengambil pilihan yang beresiko.

Buah kuldi adalah simbol pengetahuan. Adam secara sadar memilih ilmu pengetahuan dengan resiko terlempar dari firdaus. Ignorance is a happiness, ketidaktahuan adalah kebahagiaan. Terlempar dari kebahagiaan abadi karena memilih untuk memiliki kehendak bebas..

Adam memilih untuk memakan buah kuldi karena ia ingin mengetahui rahasia tuhan. Rahasia mengapa Ia menciptakan kita, mahluk dengan kesadaran dan pilihan-pilihan serta apa yang akan terjadi dengan pilihan-pilihan yang kita ambil.

Dan kita telah mewarisi pilihan leluhur kita. Kita memilih untuk memiliki kehendak bebas. Kita diberi warisan untuk bebas mempertanyakan segala hal termasuk mempertanyakan apakah kebenaran yang kita yakini juga betul-betul kebenaran. Kita juga diberi pilihan untuk hidup sesuai pilihan kita dengan segala resikonya. termasuk resiko terlempar dari firdaus.

Seandainya kita dalam posisi Adam saat itu, apakah kita akan memilih memakan itu buah kuldi? Ataukah kita akan membiarkannya menjadi rahasia abadi.

(Sumardiono, dalam pilihan-pilihan)

Minggu, 25 Oktober 2009

BAHASA INGGRIS, PREDATOR PERADABAN?


Teman fesbuk baruku Kaum Kiri mengikrarkan untuk secara ’tidak terpaksa’ melawan bahasa Inggris demi nasionalisme. Dia beranggapan bahasa Inggris adalah predator peradaban yang harus dienyahkan. Tentu karena ia mencintai peradaban tempat kita hidup ini. Begini pendapat saya:

Betul Bung. Bahasa adalah sebuah politik identitas. Ia merupakan penenda ideologi dan status sosial bagi yang memakainya. Juga simbol berkuasanya peradaban yang melahirkan bahasa itu. Jadi ini hanya masalah siapa yang berkuasa dan siapa yang dikuasai. Dan sejarah telah berpihak pada peradaban barat, sebagian kita menyebutnya peradaban modern, yang membuktikan bahwa peradaban barat dengan segala perangkatnya telah menjadi pemenang dalam panggung kehidupan modern.Apapun persepsi kita tentang itu toh ini hasil kesepakatan sejarah bahwa kita tidak mempunyai pengetahuan dan teknologi, dua mantra paling ampuh dalam peradaban tempat kita hidup ini, yang mampu menyihir dunia dan membuat kita semua bertekuk lutut.


Kita selalu bersikap mendua, benci tapi rindu,ketika berhadapan dengan peradaban barat. Kita membenci hegemoni dan kecongkakan mereka tapi kita juga cinta mati dengan buku-buku yang mereka tulis, film-film yg mereka buat, lagu-lagu yang mereka ciptakan.

Kita tentu tidak perlu mengambil sikap "buruk rupa cermin dibelah". Kita hanya bisa membuat counter culture, tanpa perlu menjadi "anjing menggonggong" dan " kafilah tetap berlalu". Menjadi 'anjing menggonggong' memang lebih mudah daripada menjadi' kafilah' yang tekun dan teguh pendirian. Tugas kita adalah memuliakan culture kita sendiri bukan memaksa orang lain menganggapnya demikian.
Ini jelas bukan tugas yang mudah Bung, it is not an easy business as usual.

Bahasa ‘hanyalah’ sebuah gejala dari sebuah culture tertentu. Melawan bahasa untuk menandingi culture yang ada di belakangnya sama saja dengan seseorang yang menyembuhkan sakit kepala yang menahun dengan sebutir aspirin saja, tanpa menyadari bahwa ada kangker ganas yang bersarang di kepalanya dan harus dienyahkan dengan obat yang lebih tepat. Jadi yang perlu dilakukan bukan menghilangkan gejalanya yang tampak tapi bagaimana mengetahui akar permasalahannya. Yaitu menyadari bahwa kita harus menguasai sains dan tehnologi. Yak karena dua hal itulah yang menjadi mesin penggerak peradaban. Siapapun yang menguasainya dialah yang akan menjadi pemimpin peradaban yang diikuti segala gaya hidupnya, perilakunya, seleranya bahkan cara bicaranya yang tak lain adalah bahasa.


Bagi saya dan siapapun yang belajar English, menguasai bahasa ini bukanlah simbol ketertindasan kita atas mereka, tapi justru kecerdasan strategi kita dalam ikut mengendalikan peradaban ini. Karena dengan bahasa inilah kita memahami mekanisme dan kekuatan-kekuatan yang mengendalikan peradaban modern, cara kita menghadang dan melakukan perlawanan terhadap dominasi kultur barat.



Saya bisa dan memahami English tapi saya juga bisa berbahasa Indonesia dengan lancar dan berbahasa Jawa dengan lumayan baik. Saya lebih memilih menjadi manusia bertopeng barat tapi berhati Jawa. Barat dalam pengertian pola pikir dan wawasan, Jawa dalam sikap dan perilaku. Pripun Bung? Kita satu tujuan tapi beda cara?

Rabu, 21 Oktober 2009

TAWANGMANGU, A Day in Tawangmangu















..

























Tawangmangu, here we come. This will be an unforgetable moment for us, teachers and students of FKIP. Hope we will get unforgetable and sweet moment for the rest of the days , weeks, months and years in the university. Just like the day we have here..



Baru kali ini ada acara pengakraban mahasiswa baru dosen dilibatkan dalam permainan. Seru, menyenangkan dan bikin akrab...sekaligus tentu dipermalukan..hehehe. Acara dimulai dengan upacara pembukaan setelah menempuh perjalanan dengan bis, tanpa AC nih, selama kurang lebih 45 menit.

Upacara berlangsung lancar, ada sedikit-sedikit kacau sih. Hehe..maklum lama pada tidak mengikuti upacara jadi nyanyi Indonesia Raya saja agak belepotan gitu. Selesai upacara, makan pagi dengan menu nasi goreng sudah menanti. Trus, jelas jeprat-jeppret melanjutkan bakat narsis yang dah dimulai sebelum berangkat sampai di dalam bis. Ya, narsisme memang meraja lela di mana-mana. Tidak dosen, tidak mahasiswa sama saja. Acara dilanjutkan pemaparan akademik oleh dekan dan tentu perwakilan dari rektorat. Tentu didahului dengan perkenalan dosen oleh dekan.

Dengan dibumbui acara "dipermalukan"tentunya."Bu Fenti ini spesialis ngemci, siapa yang mau menikah silahkan menyewa, Bu Anita S Pd alias sarjana penyanyi dangdut, Pak Yudis, dosen paling berbobot ...Pak Dion, yang ini spesialis penyanyi pengusir tamu, begitu menyanyi tamu pada bubar..hahaha". Hehe piss Pak Toyo. Berikutnya..masih bla bla ba. Untung pas acara prodi untuk yang prodi Bahasa Inggris kita ajak mahasiswa bernyanyi. Nah di sini Pak Yudis mulai menunjukan bakatnya..hahaha. Bergoyang heboh... astaga Pak Yudis, baru tahu lho profesi sampingannya haha.

Acara makan siang dengan menu sayur sop dengan perkedel..ya cukup melegakan. Berikutnya pembentukan kelompok. Kita merancangnya tidak dengan mudah. Semua peserta, termasuk dosen harus menyanyikan lagu dalam lintingan kertas dan harus menemukan peserta lain yang menyanyikan lagu yang sama. Suwe ora jamu....jamu ora suwe,...Bengawan Solo..riwayatnya..., Maju tak gentar... lalala. Meski dengan suara fals semua berhasil menemukan kelompoknya masing-masing. Jadilah semua dosen dan mahasiswa terlibat dalam kelompok. Membuat yel-yel. Trus masing-masing kelompok memperagakan yel-yelnya... semua tampil sebagus mungkin dan tentu berani malu...

Acara suster ngesot cukup menghibur, dilanjutkan role play. Sayang kita sudah harus di bis jam 4.30 jadilah acara berikutnya tergesa-gesa. Acara diakhiri pemilihan panitia terbaik, terlemot, tergalak. Dan tentu saja dosen terkreatif, terheboh, tergokil. terheboh dan trgokil jelas disabet Pak Yudis.. hehehe , selamat ya Pak..hahaha. Tapi kok terkreatif jatuh ke saya sendiri hehehe . Apa ndk salah tuh..huhuhu. Maklum, kan saya memang beken..hehehe, pisss. Selamat tinggal Tawang Mangu... Suwe ora jamu.., jamu ora suwee..Yuuu